Sabtu, 30 Maret 2013

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular ( Kanker Endometrium )





Assalamualaikum :))
ingin berbagi ilmu nih seputar kanker endometrium..
Dan postingan kali ini, presented by :

-          Desri Purwanti           (10111001025)
-          Dian Febrianty            (10111001026)
-          Emilia Dwi Sepdaleni (10111001005)
-          Ria Puspita Sari          (10111001019)
-          Risma Oktaria             (10111001045)
-          Selly Francilia            (10111001020)

 
A. Pendahuluan
      Kanker endometrium adalah kanker ginekologi yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Kanker ini merupakan 46 % dari semua kanker ginekologi dan 11% dari semua kanker pada wanita. Kanker endometrium memiliki gambaran ASR yang khas yaitu meningkat dengan tajam dalam usia promenopause dengan puncaknya pada usia 65-75 tahun yang jumlahnya kurang lebih 110 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun.[1]
Kanker endometrium utamanya merupakan penyakit wanita-wanita kaya/makmur, kegemukan, dan pascamenopause dengan paritas rendah. Meskipun dapat diderita oleh wanita berusia lebih muda yang ditemukan hanya 1,2-8,4%. Jepang dan negara-negara berkembang mempunyai insiden 4-5 kali lebih rendah dari negara-negara industri barat. [1]
Diperkirakan bahwa 46.470 wanita Amerika akan didiagnosis dengan penyakit ini pada tahun 2011, terhitung 6% dari kanker baru cases. Dengan kata lain, seorang wanita yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 2011 memiliki risiko seumur hidup dari 1 dalam 39 mengembangkan endometrium cancer. seluruh dunia, diperkirakan bahwa lebih dari 287.000 perempuan akan didiagnosis dengan penyakit pada 2011.[5]
Jika dilihat secara epidemiologi deskriftif, di Indonesia belum ada data jumlah kasus kanker endometrium. Di RSCM Jakarta, ditemukan 72 kasus baru sepanjang tahun 1993-2004 dengan kecendrungan penderita lebih muda. Dan dijumpai 63,9% penderita yang berusia >50 tahun.[1]
Tahun 2005, kanker endometrium uterus telah mengalami peningkatan angka kejadian di Imdonesia, sebagian karena penderita hidup lebih dan pelaporan lebih akurat. sekitar 32.000 kasus diperkirakan akan terjadi setiap tahunnya dengan 5900 kematian. sepertiga wanita dengan perdarahan pascamenopause mempunyai kanker uterus. usia rata-rata  adalah 61, dan kebanyakan pasien setidaknya berusia 55 tahun.[6]

      Di Indonesia sendiri, kanker endometrium masih belum akrab di masyarakat. Jenis kanker yang popular di kalangan wanita adalah kanker payudara, kanker serviks, atau kanker rahim. Meskipun kemungkinan mortalitas atau angka kematian dari penderita lebih kecil dibandingkan kanker yang lain, bukan berarti kanker endometrium tidak berbahaya. [3]

Bila angka kematian kanker serviks turun lebih dari 50% karena kemajuan skrining dan deteksi dini, maka kejadian kanker endometrium merupakan merupakan urutan kedua dalam keganasan ginekologi. Pengidap kanker endometrium setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. [5]

B. Definisi Kanker Endometrium
      Kanker endometrium adalah tumor ganas yang berasal dari lapisan dinding rahim yang disebut endometrium. Kadang-kadang disebut sebagai kanker rahim atau kanker uterus.[2] Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua.[3]

      Setiap bulan, endometrium berubah sebagai bagian dari siklus menstruasi. Pada awal siklus, indung telur/ovarium mengeluarkan hormon estrogen yang menyebabkan penebalan endometrium. Pada pertengahan siklus, indung telur berhenti mengeluarkan estrogen dan mulai memproduksi hormon lain, yaitu progesteron. Progesteron mempersiapkan bagian dalam endometrium untuk mempertahankan embrio sehingga terjadi kehamilan. Jika proses penempelan embrio tidak terjadi, maka kadar progesteron akan menurun drastis. Bagian dalam endometrium inilah yang luruh menjadi darah menstruasi. Kanker dinding rahim terjadi ketika sel-sel dinding rahim mengalami perubahan dan mulai tumbuh tidak terkontrol ketika sel-sel tersebut tumbuh dan bertambah banyak, maka terbentuklah benjolan yang disebut tumor.[4]
Tapi bisa saja, karena tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim yang kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.[3]
Kanker endometrium dalam perjalanan etiologinya di dahului oleh proses prakanker yaitu hiperplasia endometrium. Hiperlasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker dari kanker endometrium, sedangkan hiperlasia yang nonapitik saat ini dianggap bukan merupakan lesi prakanker endometrium. Etiologi kanker  endometrium masih belum jelas. Salah satu faktornya adalah hormon estrogen. Kanker endometrium yang berhubungan dengan hormonal atau yang disebut “hormonal dependent” adalah kanker endometrium jenis endometrioid. Sementara itu, kanker endometrium yang tidak dipengaruhi faktor hormonal dikelompokkan sebagai kanker endometrium yang non-endometrioid. Kanker endometrium yang non-endometrioid  umumnya lebih ganas dibandingkan dengan yang jenis endometrioid.[1]

C. Penelitian
1. Wanita yang lebih tua ketika dia melahirkan memiliki risiko semakin rendah terkena kanker endometrium. Sebuah laporan studi terbaru yaitu sebuah tim besar para peneliti, yang dipimpin oleh V. Wendy Setiawan, asisten profesor kedokteran pencegahan di University of Southern California, data yang diperoleh dari 17 studi yang mencakup 8.671 kasus kanker endometrium dan 16.562 kontrol. Setelah disesuaikan untuk resiko yang diketahui, para peneliti menemukan bahwa wanita yang memiliki bayi terakhir mereka setelah usia 40 memiliki risiko berkurang 44 persen dari kanker endometrium, dibandingkan dengan wanita yang memiliki bayi mereka sebelum usia 25 tahun. [4]
2. Untuk memeriksa dan membandingkan ekspresi telomerase pada adenokarsinoma endometrioid dan endometrium normal menggunakan pewarnaan imunohistokimia. Dalam penelitian ini menggunakan pewarnaan imunohistokimia, ekspresi telomerase secara signifikan berbeda antara adenokarsinoma endometrioid dan endometrium normal. Sebelas sampel kanker endometrioid dan sepuluh sampel endometrium normal diperoleh dari spesimen histerektomi. Sampel blok parafin semua menjalani pewarnaan imunohistokimia. Ekspresi telomerase mencetak secara semikuantitatif. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dan uji Fisher. Sehingga dihasilkan bahwa telomerase ekspresi dalam adenokarsinoma endometrioid lebih tinggi daripada di endometrium normal. Ekspresi telomerase yang lemah memiliki 11,2 kali (1,04-120,36, CI 95%, p = 0,037), dan ekspresi telomerase moderat adalah 35,0 kali (1,74-703,0, IK95%, p = 0,016) hubungan yang lebih tinggi untuk kanker endometrioid, dibandingkan dengan ekspresi telomerase negatif . kesimpulannyaa adalah ekspresi Telomerase memiliki peran potensial untuk digunakan sebagai alat prediksi apakah sel endometrium yang normal memiliki kecenderungan untuk menjadi kanker endometrioid.[12]
3. Pada saat ini terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk sindrom ovarium polikistik adalah dengan senyawa sensitisasi insulin yaitu metformin dan troglitazon. Dengan terapi ini diharapkan sensitifitas tubuh terhadap insulin meningkat, sehingga dapat memperbaiki kelainan hormonal yang berhubungan dengan sindrom ini. Selain itujuga dapat menurunkan berat badan dengan cara memperbaiki metabolisme gula di perifer, meningkatkan penggunaan glukosa oleh usus dan menekan oksidasi asam lemak.[13] Pada percobaan, diberikan metformin dan plasebo selama 4 sampai8 minggu pada pasien sindrom ovarium polikistik dengan obesitas dan hiperinsulinemia. Pada 2 bulan pertama pemakaian metformin, pemulihan sudah terlihat jelas. Didapatkan penurunan sekresi insulin pada pasien yang menggunakan metformin. Konsentrasi testosteron bebas menurun sebagai akibat berkurangnya produksi testosteron dan
meningkatnya SHBG.[14] 

D. Faktor Risiko Kanker Rahim
Beberapa faktor risiko dari kanker rahim yaitu:
1.  Obesitas
Kadar estrogen dalam darah wanita yang obesitas lebih tinggi sehingga meningkatkan risiko kanker dinding rahim.[1]
2.  Diet Tinggi Lemak
Individu-individu yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani cenderung lebih gemuk dibandingkan mereka yang menkonsumsi daging dalam jumlah yang lebih rendah. .[1]
3.  Sekresi Estrogen Endogen yang Unopposed
Stimulasi estrogen endogen yang tidak terlawan (unopposed) dapat dikaitkan dengan sel struma ovarium yang mensekresi estrogen.[1]
4.  Pemakaian Estrogen
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko kanker endometrium pada wanita-wanita yang menggunakan terapi pengganti estrogen untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan risiko berkisar antara 2-15, tetapi menurun dengan pemberhentian penggunaan terapi pengganti estrogen.[1]
5.  Peristiwa Ginekologis dan Obstetrik
Wanita-wanita yang tidak pernah melahikan dua kali lipat lebih memungkinkan untuk menderita kanker endometrium dibandingkan dengan wanita yang pernah melahirkan anak. Kadar progesteron yang tinggi saat kehamilan dapat memberikan efek protektif.[1]
Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan resiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya kanker endometrium.[7]
6.  Diabetes
Hiperinsulinemia merupakan suatu keadaan hiperestrogen termasuk penigkatan steroid.[1]
7.  Radiasi
Radiasi pelvis untuk kondisi-kondisi jinak atau maligna juga berhubungan dengan peningkatan insidens kanker endometrium.[1]
8.  Merokok
Nikotin yang terdapat di dalam rokok dapat merangsang dan bereaksi dengan selaput lendir sel-sel tubuh, salah satunya sel-sel pada rahim ynag dapat meningkatkan risiko kanker rahim.[8]
9.  Melahirkan di Usia Muda
Riset di Keck School of Medicine, (USC) mengindikasikan, perempuan yang melahirkan di bawah usia 25 tahun memiliki risiko besar mengidap kanker endometrium. Sebaliknya, perempuan yang melahirkan di atas usia 40 atau lebih mengalami penurunan risiko kanker endometrium sebesar 44 %.[10]
10.Tamoxifen
Wanita pengguna tamoxifen akan terjadi peningkatan resiko karsinoma endometrium sebesar 2 - 3 kali.
[9]
11.Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang berkembang.[6]

E.  Pencegahan Kanker Rahim/Endometrium
1.  Pencegahan Primer
·         Promosi Kesehatan
-          Sosialisasi kesehatan mengenai kanker rahim
-          Program kesehatan masyarakat
-          Konsultasi genetik
-          Penyediaan sanitasi yang baik
-          Pengendalian faktor lingkungan
-          Menerapkan pola hidup sehat[8]
·         Pencegahan Khusus
-          Hindari merokok
-          Pengunaan kontrasepsi oral kombinasi
-          Melakukan aktivitas fisik
-          Mengontrol obesitas dan diabetes
-          Konsumsi buah dan sayur
-          Hindari alkohol
-          Tidak berganti-ganti pasangan sex[1]
2.  Pencegahan Sekunder
·         Diagnosis awal dan Pengobatan Tepat
-          Tes laboratorium
-          Tes radiologi
-          Tes diagnosis
-          Pemberian obat ynag rasionla dan efektif[10]
·         Pembatasan kecacatan
-          Radioterapi
-          Terapi hormon atau kemotrapi
-          Tindakan operasi[7]
3.  Pencegahan Tersier
Melalui rehabilitas
·         Pemulihan trauma setelah melakukan operasi
·         Selalu meberikan support
·         Melakukan konultai secara berkala kepada pihak medis dan psikolog terkait dengan kondisi penderita secara fisik maupun psikologis pasca operasi.[8]

F. Kesimpulan:
Kanker Endometrium terjadi pada organ endometrium atau pada dinding rahim yang berbentuk seperti buah pir sebagai tempat tertanam dan berkembangnya janin.[11] Dapat terjadi ketika sel-sel dinding rahim mengalami perubahan dan mulai tumbuh tidak terkontrol dimana sel-sel tersebut tumbuh dan bertambah banyak, kemudian membentuk benjolan yang disebut tumor. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini.[10]

Daftar Pustaka

[1] Rasjidi, Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto.
[2]Putra, Andi Darma. 2011. Kanker Endometrium, (online), (http://andidp.com/blog/kanker-endometrium.htm, diakses 2 Maret 2013)
 [3]id, Bugar web. 2011. Kanker Endomertium, (online), (http://bugar.web.id/kanker_endometrium.html, diakses 2 Maret 2013)
 [4]Guide, Health. 2007. Endometrial Cancer, (online)

[5]Holman, L, Lu, K, Glob. libr. women's med., (ISSN: 1756-2228) 2012; DOI 10.3843/GLOWM.10236. 2012. The Epidemiology of Endometrial Cancer, (online), (http://www.glowm.com/section_view/item/236, diakses 2 Maret 2013)

 [6] Mikail, Bramirus. 26 Juli 2012. Bahaya Melahirkan di Usia Muda.  (online)
 [7]Soekimin. 2000. Adenocarcinoma Endometrium, (Online),       (http://library.usu.ac.id/download/fk/fk-soekiman.htm, diakses 19 Maret       2013)
[8]Uterine Cancer. 2012. America: National Foundation of Cancer Research,
[9]Kanker endometrium. Gejala kanker endometrium. , (online)
(http://kankerendometrium.com/ , diakses tanggal 19 maret 2013)
[10]Whoellan. 2009. Kanker Endometrium. (online), (kankerendometrium.http://dokter-herbal.com/kanker-endometrium.html, diakses 19 maret 2013)
[11]UniversitasRespatiYogyakarta. 2011.  Kanker Endometrium, (online), 
[12]IndonesianJournalofObstetricsandGynecology. 2011. Comparison of Telomerase
Expression in Endometrioid Adenocarcinoma with Normal Endometrium, (online), (http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/IJOG/article/view/1180, diakses 23 Maret 2013)
[13] Muharam R, Benarto J, Kadarusman Y, HestiantoroA, Jacoeb TZ. Sindrom ovarium polikistik: diagnosis dan penatalaksanaannya. Maj Obstet Ginekol Indones 2000; 24: 219-23.
[14] Utiger RD. Insulin and the polycystic ovarian syndrome. N Engl J Med 1996; 335: 657-8.

follow me @rriiaa19

untuk yang pengen tau lagi ttg kanker endometrium ( link youtube dan diskusi menarik seputar ca. endometrium ) klik disini!

sekian :)) 

0 komentar: